Thursday 21 March 2013

Global Governance As International Organization (Pemerintahan Global Sebagai Organisasi Internasional)

Pendifinisian pemerintah global merupakan salah satu gagasan baru dalam politik, jurnal Global Governance dalam edisi perdananya pada tahun 1995 yang diulas oleh James N. Resenau dan Lawrence S. Finkelstein. Rosenau dalam jurnal tersebut menulis mekanisme kontrol yang berkaitan dengan praktek transnasional dan lembaga subnasional yang pada dasarnya berkaitan satu sama lain ketika dibawa lembaga konstitusi sistem pemerintahan bersama. Dia menekankan pertumbuhan ketergantungan eksponensial sebagai pemenuhan kebutuhan baru yang diciptakan. Finkelstein menulis bahwa “Global” menunjukkan sebuah dunia di mana aktor lainnya dibandingkan negara memainkan peran yang semakin penting, dan di mana proses pembuatan keputusan yang bertingkat terhubung baik di dalam diantara negara. “Pemerintahan” adalah setiap tujuan kegiatan yang dimaksudkan untuk "mengontrol" atau mempengaruhi orang lain baik terjadi di arena yang ditempati oleh negara atau yang terjadi pada tingkat lainnya.



Pemerintahan global berkonotasi praktik yang menggambarkan pemecahan masalah pengaturan koperasi dari semua jenis. Mereka mungkin formal, mengambil bentuk hukum atau lembaga untuk mengelola kolektif urusan oleh aktor seperti otoritas negara, IGOs, LSM, entitas sektor swasta, aktor-aktor masyarakat sipil, dan individu. Global governance termasuk tujuan pembangunan rezim serta adaptasi evolusi pasar dengan demikian, termasuk pemerintah. Definisi ini menekankan lima komponen yang penting bagi analisa hubungan internasional kontemporer, yaitu: tingkat analisis (transnasional), isu-isu, aktor bukan negara, dinamika pemerintahan dan saling tergantung namun longgar ditambah sistem internasional yang kompleks.

PBB adalah salah satu contoh kunci global governance yang sangat jelas dari organisasi internasional, yang anggotanya terdiri dari hampir semua negara di planet ini (terdapat 192 negara anggota dan terus bertambah). Dengan mandat PBB semua bidang masalah global tidak ada yang tidak masuk dalam agenda PBB. Namun pada beberapa kondisi pemerintahan global dalam organisasi internasional kurang cukup berpartisipasi dengan begitu seringkali ketentuan, piagam, dan undang-undang yang telah mereka buat tidak jarang bersifat samar. Berikutnya adalah teori perbatasan dalam pemerintahan global menyangkutkan kebutuhan untuk meramalkan jenis perubahan dan pola umum dalam perubahan sistem internasional. Kalevi J. Holsti menjelaskan bahwa kita sangat perlu untuk mengspesifikasikan tetang label “Perubahan”. Sangat mudah memang untuk mengatakan apabila beberapa hal telah berubah, tetapi lebih jauh lagi lebih berguna untuk mengatakan bagaimana ia telah berubah dan seberapa banyak telah berubah. Dia mendifinisikan perubahan sebagai penanda tren yang diukur dalam jangka panjang dan besar peristiwa yang mengganggu pola khas, yang mencangkup kategoris sosial dan teknologi inovasi. Dia juga mengidentifikasikan konsep yang berbeda dari perubahan yaitu sifat baru atau penggantian, penambahan atau pengurangan sebagai perubahan, peningkatan kompleksitas dan transformasi dari reversi yang telah usang.

Hosti menggunakan lembaga-lembaga internasional sebagai penanda perubahan, dia mendefinisikan mereka sebagai praktik berpola berdasarkan seperangkat ide atau keyakinan yang mencerminkan norma-norma. Holsti melihat pada dasarnya suatu lembaga, orang-orang didalamnya merupakan sebuah sistem, kedaulatan, teritorial, dan hukum internasional serta lembaga prosedural yang terdiri dari orang-orang yang mengatur sistem. Pesan inti kerja Holsti untuk pemerintahan global dalam organisasi internasional adalah bahwa negara memang melihat perubahan baru yang mendasar di akhir abad ke tujuh belas yang membuat mereka lebih kompleks atau telah diubah oleh kemajuan teknologi. Selain itu, prosedur lembaga internasional dalam prakteknya telah menjadi rumit (misalnya: diplomasi) telah meningkat sehingga mereka tidak sebanding (misalnya: komunikasi dan perdagangan) dan beberapa kasus telah usang (kolonialisme) atau telah kembali ke metode operasi sebelumnya (perang di beberapa daerah).

Analisis seperti perubahan dalam politik internasional tidak hanya menggambarkan pentingnya perspektif pemerintahan global tetapi juga memiliki kelanjutan implikasi kebijakan. Misalnya, analisis struktural bisa menunjukkan yang menyatakan menjadi relatif lebih lemah untuk aktor-aktor lain. Mereka negosiasikan kemudian bisa diselidiki lebih dekat untuk mengungkap kemungkinan alasan, yang bisa dibandingkan dengan aktor dengan struktur yang sama pada tempat lain dalam sistem.

0 comments:

Ringkasan Buku Tony Rudyansjah berjudul Alam, Kebudayaan & Yang Ilahi

Membaca tulisan Tony Rudyansjah dalam tulisannya yang berjudul Alam, Kebudayaan & Yang Ilahi pada BAB II kita akan lebih dipusatkan perhatian pada persoalan bagaimana tradisi pemikiran yang tadinya sangat naturalistik dan mekanistik, seperti yang dilakukan Hobbes dan Locke, kemudian bisa bertransformasi atau bergeser menjadi utilitarian dengan tokoh-tokohnya seperti Herbert Spencer dan Adam Smith.  Pemikiran ekonomi Klasik dimasa awal zaman modern pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 mencakup hal-hal yang jauh lebih luas dan kompleks daripada apa-apa yangdicakup oleh gagasan ekonomik modern pada abad ke-20. Tercakup dalam perkembangan pemikiran ekonomik klasik itu adalah keseluruhan total dari pemikiran tentang masyarakat, moral, dan manusia pada umumnya satu cara berpikir yang sekarang telah menjadi bagian integral dari common sense, tidak hanya dari dunia Barat namun juga dari banyak masyarakat dunia abad ke-21. 



Apa yang terkandung dalam tulisan-tulisan para komentator  ekonomi politik pada abad ke-18 adalah gagasan psikologi yang agak sederhana bahwa manusia dikendalikan oleh gairah nafsu (passion). Dan permasalahan yang dihadapi oleh setiap masyarakat manusia adalah bagaimana kemungkinan untuk tetap dapat mempertahankan berbagai gairah nafsu manusia dengan cara menekan mereka atas nama satu kebajikan yang lebih tinggi. Teori rasionalitas itulah, melalui tokoh-tokohnya seperti Thomas Hobbes, John Locke, David Hume, Adam Smith dan yang sebelumnya  tidak pernah dituliskan oleh penulis yaitu Francois Quesnay, dapat memunculkan suatu cara baru dalam melihat gejala masyaraka dan kebudayaan, sekaligus menggoreskan satu bidang tersendiri yang sekarang ini disebut dalam istilah ekonomi dalam kanvas percaturan dunia ilmu pengetahuan manusia.

Dalam sejarah perkembangan disiplin ekonomi, para ahli sepakat bahwa Quesnay dan para pengikutnya, Phsyocrat, adalah para pemikir yang banyak meletakkan dasar penting bagi konsistensi internal bagi disiplin ekonomi. Melalui pemikiran Quesnay, sudut pandang ekonomis untuk pertama kalinya ditampilkan bukan sebagai satu seri dari sejumlah hasil pengamatan, sejumlah korelasi ataupun sejumlah aspek yang tidak berhubungan satu sama lain, melainkan sebagai satu keseluruhan yang tertata, satu sistem inter-relasi logis yang melingkupi keseluruhan wilayah kajiannya. Dengan kata lain perolehan status ekonomi sebagai suatu sistem yang konsisten justru dicapai dengan menempatkan ke dalam suatu sistem yang sesungguhnya tradisional, yaitu holisme yang berdasarkan suatu tatanan kosmis yang sangat tradisonal sifatnya.

Perkembangan pemikiran Adam Smith dari The Theory of moral Sentiments ke Wealth of Nation jelas membeberkan bahwa aktivitas ekonomi merupakan suatu aktivitas manusia yang tidak membutuhkan apapun selain kecintaan terhadap diri sendiri (self-love): hanya dengan mengejar kepentingan khusus demi diri sendiri itulah, manusa sesungguhnya tanpa sengaja telah bekerja demi kebaikan bersama. Dalam The Wealth of Nations, Smith memulai urainnya tentang deskripsi dari “universal opulence” (kekayaan universal) yang menurutnya merupakan ciri utama dari bangsa-bangsa yang telah “beradab” (“civilized”). Kekayaan atau kemakmuran itu, menurutnya menembus hingga lapisan terendah dalam masyarakat, dan itu sesungguhnya merupakan konsekuensi dan produktivitas tenaga kerja manusia (labour).

Seperti yang  telah diuraikan oleh penulis bahwa dimensi politik sangat erat berkaitan dengan dimensi agama, yang lalu diikuti oleh sebuah tahap dimana politik kemudian justru memisahkan diri dari agama. Pada poin inilah kita sampai pada tahap selanjtnya dari proses pemisahan itu, yakni pemisahan antara ekonomi dan politik. Moralitas dan ekonomi menopang sekaligus menjadi basis yag kokoh dimana politik harus dikonstruksikan.

Kembali pada pokok permasalahan utama kita, maka perlu ditegaskan di sini bahwa disiplin “ekonomi” dari disiplin lainya, seperti teologi, politik, dan filsafat, baru dapat terwujud apabila pokok bahasan ekonomi sudah dapat dirasakan dan dipandang orang sebagai suatu sistem dengan satu keutuhan tersendiri yang bersifat menyeluruh. Melihat teori yang diutarakan Quesnay, Quesnay berupaya menggambarkan suatu masyarakat yang lama dengan satu sudut pandang yang baru. Seperti yang telah saya uraikan pada bab sebelumnya, dimensi politik sangat erat berkaitan dengan dimensi agama, yang lalu diikuti oleh sebuah tahap di mana politik kemudian justru memisahkan diri dari agama. Pada poin inilah kita sampai pada tahap selanjutnya dari proses pemisahan itu, yakni pemisahan antara ekonomi dari politik.

Satu aspek yang sangat menonjol dari konfigurasi pemikiran politik Locke adalah bahwa dengan mengartikan semua kepemilikan dalam arti yang luas (termasuk kehidupan dan kebebasan) berasal dari dalam diri individu, ia tidak hanya mensejajarkan atau menyamakan ekonomi dengan politik, melainkan membuat ekonomi menduduki tingkatan yang lebih tinggi daripada politik. Sementara itu di dalam filsafat alamnya, sebagaimana juga di dalam teori sosial dan politiknya, Smith menggunakan satu pendekatan relasional sebagai suatu perangkat metodologis yang universal sifatnya, meskipun harus dicatat di sini bahwa pendekatan relasional itu ditetapkan dalam bentuk yang sepenuhnya sangat kontras ketika digunakan dalam ranah filsafat alam dengan dibandingkan saat digunakan dalam ranah sosial dan politik dunia makhluk manusia.

Seandainya kita mau menguraikan persoalan di atas terlepas dari implikasi komologi dan filsafat alam, serta menurunkan uraian Leibniz dan Smith ke dalam keragka, yang lebih antropologis, maka mereka berdua pada dasarnya dapat dikatakan sedang menegaskan bahwa keseluruhan kemanusiaan saling berelasi dan saling bergantung satu sama lain. Menurut Smith untuk dapat memahami orang lain dan mengkonstruksikan orang lain, kita harus menempatkan diri kita ke dalam situasi orang lain melalui kemampuan imajinasi yang kita miliki. Dengan kemampuan imajinasi yang dimiliki setiap manusia, kita memiliki kemampuan untuk membawa kasus-kasus mereka ke dalam ranah batiniah kita. Dengan demikian mengambil-alih perspektif dari cerminan dunia relasi sosial dan dunia alami mereka yan historis sifatnya.

Memang benar bahwa arus pergerakan dari kehidupan ekonomi sangat tergantung pada kepentingan diri (self-interest): pembeli merespon tingkat harga, tenaga kerja merspon perubahan dalam upah, kewiraswastaan merespon kesempatan, karena mereka semua dipedomani oleh kepentingan diri (self-interest). Meskipun demikian, dalam Wealth of Nations, Smith menegaskan bahwa dalam masyarakat komersial ada semacam dorongan lain terhadap  Self-betterment  yang memiliki fungsi memberikan suatu dasar yang baik bagi perluasan sistem perdagangan dan manufaktur.

Apabila kita perbandingkan Adam Smith dengan pemikir yang telah dibicarakan sebelumnya. Akan nampak sejumlah perbedaan mencolok. Pada Hobbes yang menjadikan motif kuat dari pembahasan spekulasi politiknya adalah artificialism, yaitu gagasan bahwa kita hanya dapat mengetahui secara benar apa yang kita buat,  karena segala sesuatu pada dasarnya senantiasa bergerak, sehingga hanya prinsip dan akibat dari gerak-gerak itu yang dapat dipahami secara natural dan mekanistik. 

Sedangkan pada Locke, motif dari spekulasi politiknya lebih berdasarkan pada gagasan: hanya ide di dalam pikiran kita yang dapat kita ketahui. Kedua pendekatan tersebut, meskipun berbeda, mengandung kesamaan: hal-hal yang bersifat normatif senantiasa hadir dari awal sampai akhir pembahasan.

Hal yang kontradiktif muncul ketika ilmu ekonomi lahir sebagai semacam ilmu alam (natural science), yakni ketika ilmu itu berusaha mempelajari apa yang terjadi di luar sana sebagai suatu fenomena alam. Dengan demikian, ia menuntut pergeseran dari norma ke fakta. Namun karena pergeseran itu, sebagaimana seringkali lazim terjadi dalam setiap bidang keilmuan, tidak dapat sepenuhnya direalisasikan. Maka ilmu ekonomi harus dapat merekayasa normanya sendiri, dan hal itu hanya dapat dipenuhi dengan baik melalui diktrin natural harmony of interests yang kemudian berjaya dalam disiplin ekonomi.

0 comments:

Diplomat & Diplomasi

Seorang diplomat adalah orang yang ditunjuk oleh negara untuk melakukan diplomasi dengan negara lain atau organisasi internasional. Fungsi utama dari diplomat berkisar pada representasi dan perlindungan kepentingan dan warga Negara dari negara pengirim, serta promosi informasi dan hubungan persahabatan. Diplomat adalah bentuk tertua dari setiap lembaga kebijakan luar negeri negara, mendahului kementerian luar negeri, menteri luar negeri dan kantor kementerian. Fungsi Diplomat di posting mengumpulkan dan melaporkan informasi yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional, seringkali dengan nasihat tentang bagaimana pemerintah negara asal harus merespon.  

Menurut Sir Ernest Satow sejak tahun 1922 telah mendifinisikan diplomasi sebagai aplikasi intelijen dan taktik untuk menjalankan hubungan resmi antara pemerintah yang berdaulat, yang kadang kala diperluas dengan hubungan dengan Negara-negara jajahannya.  Sejalan dengan definisi Satow, Barston mendefinisikan diplomasi sebagai manajemen hubungan antar Negara atau hubungan antar Negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainya. Sebuah definisi paling dekat terkait dengan metode dan isi adalah “Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer kepada Negara-negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran permintaan dan kosesi antara para pelaku negosiasi”. Untuk mencapai kepentingan nasional, keterampilan dalam berdiplomasi merupakan syarat utama seorang diplomat yang terlibat dalam politik internasional, yang pada dasarnya dipergunakan untuk mencapai kesepakatan, kompromi, dan penyelesaian masalah dimana tujuan-tujuan pemerintah saling bertentangan. Diplomasi dapat diselenggarakan dalam pertemuan khusus atau konferensi umum.
 

Keberhasilan kegiatan diplomasi dapat dinilai dari tujuan awalnya. Diplomat melakukan diplomasi untuk mengejar kepentingan nasionalnya dengan cara saling tukar menukar informasi secara terus menerus dengan Negara lain atau rakyat di Negara lain. Tujuan persuasif antar Negara adalah untuk merubah ikap dan tingkah laku lawannya.

Hubungan Internasional antar negara saat ini tidak seimbang, Negara-negara kuat masih menganut pandangan bahwa sebuah negara merupakan Super Power bila mampu menundukan pengaruh Negara lain. Mereka begitu berambisi untuk melakukan praktik neokolonialisme dengan menggunakan kekuatan serta sarana teknologi informasi dan komunikasi.Ketimpangan dalam hubungan internasional semakin bertambah manakala badan dunia PBB, kian kehilangan wibawa karena lebih berfungsi untuk menyuarakan kepentingan negara kuat tertentu.
Hal ini telah mendesak Negara berkembang untuk meningkatkan kemampuan dalam segala bidang, terutama kemampuan diplomasi. kalah atau menang dalam percaturan diplomasi sangat ditentukan oleh teknik dan strategi diplomasi yang didukung oleh sumber daya informasi dan jaringan komunikasi. Disini terasa betapa pentingnya ilmu komunikasi internasional dalam prespektif diplomatik sebagai alat ukur  untuk mengurai masalah ketimpangan internasional dan menghadapi tantangan dalam pergaulan internasional.
 

Pentingnya komunikasi internasional bagi para diplomat dan konsuler atau masyarakat pada umumnya sudah diakui secara luas. dengan mempelajari komunikasi internasional, seseorang dapat memahami bagaimana menciptakan dan memelihara hubungan internasional yang dinamis dalam era informasi tanpa batas seperti sekarang ini setiap orang, baik secara individual maupun institusional, boleh menjadi duta tidak resmi bagi negaranya untuk ikut berdiplomasi dalam berbagai percaturan internasional.

Kemajuan teknologi informasi pada era kini telah memaksa Negara-negara untuk menilai kembali pelaksanaan diplomasi. Teknologi memungkinkan peran diplomat yang ditugaskan di luar negeri dan juga peran Duta Besar berkurang signifikasinya, karena semua kegiatan komunikasi telah dapat dilakukan dari titik manapun di seluruh dunia berkat kemanjuan teknologi informasi. 

Seperti yang dikatakan oleh Harold Nicholson: “Dengan perkembangan komunikasi, peran dan fungsi seorang diplomat telah semakin berkurang sehingga diplomat sekarang telah menurun statusnya menjadi juru tulis yang bertugas mencatat pesan-pesan telephone”.  Kenyataan hubungan diplomatic mengugkapkan pentingnya komunikasi dan informasi. Seorang mantan Menlu AS, George Schulz, mengatakan bahwa “bahan mentah diplomasi adalah informasi, bagaimana memperolehnya, menilainya, dan menempaknnya ke dalam system untuk kepentingan dan untuk mebingungkan pihak lain”. 

Mengenai perubahan-perubahan, Barry Fulton mengatakan: “Negara-negara sebelumnya terhubung oleh Departemen Luar Negeri dan aktivitas perdagangan, sekarang terhubung melalui berjuta-juta invidu dengan mamakai saluran serat optic, satelit, telepon tanpa kabel dan dengan kabel dengna sebuah jariangan yang kompleks tanpa pengawasan terpusat”.  Maka waktu dan tempat tidak lagi menjadi isu yang relevan sehingga menyebabkan diplomasi tradisional harus berjuang keras untuk mempertahankan relevensinya. 

Selain adanya revolusi teknologi informasi yang menuntut perubahan dalam praktek diplomasi, perubahan-perubahan lain yang terjadi adalah meningkatnya peran media massa, globalisasi bisnin dan keuangan, meningkatnya pertisipasi masyarakat di dalam kegiatan hubungan internasional, dan masalah-masalah kompleks yang menghapus batasan nasional suatu Negara. 

Aspek terpenting dari teknologi informasi telah mengubah semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk diplomasi. Seperti yang dikatakan oleh George Gilder “militer AS adalah sebuah gambaran spektakuler dari penggantian aset-aset fisik dari informasi.” Informasi membuat dunia menjadi lebih dekat satu sama lainya secara elektronik maupun budaya. Efek demokratisasi pun bisa diciptakan oleh media massa dan satelit real-time yang menghubungkan setiap sudut di dunia ini. Bahkan masalah kecil bisa menjadi isu kebijakan mayor jika ditangkap oleh pers, hal ini biasa disebut “efek CNN”. Kekuatan global dari penyiaran berita secara langsung ini menjadi sebuah tantangan tersendiri terhadap hubungan masyarakat dan pemerintah dalam hal publikasi. Internet pun sebagai salah satu media dengan harga yang saat ini relative terjangkau dalam mentransformasikan informasi, memberikan kemampuan bagi masyarakat untuk menghindari konvensional mediator yang memiliki kekuasaan dalam pengontrolan informasi seperti pemerintah nasional, badan diplomatik, perusahaan transnasional, serta organisasi-organisasi yang bergerak di bidang pemberitaan. 

Fenomena baru ini dinamakan netpolitik sebagai hasil improvisasi dari realpoiltics. Realpolitics, istilah dalam bahasa Jerman yang berarti kekuasaan politik, adalah pendekatan dalam diplomasi internasional yang lebih berdasarkan kekuatan daripada moralitas dan opini dunia. Netpolitik merupakan sebuah mode baru dari diplomasi yang menggunakan kemampuan maksimal internet untuk membentuk politik, budaya, nilai dan identitas pribadi. Jadi, netpolitik ini berkisar tentang isu-isu yang lebih lunak seperti legitimasi moral, identitas budaya, nilai-nilai social serta persepsi public.
Media global saat ini ada dimana-mana, pemerintah pun dituntut harus siap untuk mempersiapkan image dan pesan-pesan yang baik kepada masyarakat. Jika sebuah Negara bisa membuat legitimasi kekuasaanya dapat dilihat oleh setiap orang serta mendirikan institusi internasional dalam rangka mengidentifikasikan kepentingan mereka dengan cara-cara yang bersahabat, maka tidak akan dibutuhkan harga yang cukup mahal untuk membayar semua itu.


Konsep dan aktivitas diplomasi, maupun peran diplomat telah berubah bersamaan dengan perubahan teknologi komunikasi. Revolusi bidang teknologi telah memeperluas diplomasi di luar struktur Departemen Luar Negeri untuk menjawab berbagai permasalahan masyarakat diseluruh dunia.  Diplomasi publik terkait dengan pengaruh sikap masyarakat terhadap bentuk dan eksekusi kebijakan luar negeri telah memotong dan mengambil alih dimensi hubungan internasional yang dilakukan oleh diplomasi tradisional. Secara tradisional, diplomasi bersifat tertutup dan hanya dilakukan oleh para diplomat dan wakil-wakil pemerintah resmi. Sedangkan era keterbukaan tidak memungkinkan untuk menutup informasi dan memepertahankan kerahasiaan dan pemilikan informasi secara ekslusif. Lebih jauh lagi ide dan modal bergerak cepat dan tidak dapat dihalangi di antara jaringan global pemerintah, perusahaan dan organisasi-organisasi swasta. 

Diplomasi publik termasuk aktivitas oleh pemerintah untuk membangun opini publik di Negara lain, melakukan interaksi kelompok perorangan dan kepentingan di satu Negara dengan Negara lain, melaporkan masalah-masalah luar negeri dan perngaruhnya terhadap kebijakan, aktivitas komunikasi antara mereka yang bekerja di bidang komunikasi, selain juga antara diplomat dan koresponden asing, serta proses komunikasi antar budaya.  Peran organiasai-organisasi seperti Asia Foundation, Japan Foundation, Alliance Francaise, Goethe Institute, atau Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Indonesia menjadi penting dalam kegiatan diplomasi publik. 

Isu utama diplomasi publik adalah arus transnasional dan ide-ide; kepentingan nasional dipromosikan nasional dipromosikan dengan berbagai upaya untuk menyebarkan saling pengertian, informasi, dan mempengaruhi masyarakat asing. Asisoasi alumni USIA lebih lanjut mengatakan bahwa berbagai upaya diplomasi public menyebabkan batas-batas Negara yang semakin tipis dan ide-ide demokratis menjadi semakin penting. Dalam aktivitas komunikasi global, apa yang dilihat dan didengar oleh seseorang akan memepengaruhi secara langsung tindakan pemerintah selanjutnya. Dunia yang semacam ini akan memerlukam bersatunya masalah-masalah domestik dan internasional dan pengaruh yang terkoordinasi bagi manajemen informasi.


Referensi :
Barston, R.P.,Modern Diplomacy,Longman,N.Y,1997.
Djelantik Sukawarsini, Diplomasi antara Teori dan Praktik, 2008, hal. 19.
Fulton Barry, Reiventing Diplomacy in the Information Age. CSIS Wahington D.C 1998.
George P. Schulz, “Keynote Address from the Virtual diplomacy Conference: The Information Revolution and International Conflict Management”, PeaceWorks18 (September 1997).
Harold Nicholson, “Diplomacy Then and Now”, in The Theory and Pratice of International Relations, Dalam wiliam C, Olson and Freed A. Sondermann, 2nd Edition, Prentice Hall, Englewood, NJ, 1974.
Hubungan Internasional, lihat di : http://renggap.co.cc/hubungan-internasional/#more-76 diakses tanggal: 7/01/2011
Perkembangan CNN dan Internet yang Mempengaruhi Diplomasi Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat,                                                             
lihat di: http://politik.kompasiana.com/2011/06/20/perkembangan-cnn-dan-internet-yang-mempengaruhi-diplomasi-pembuatan-kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat/.Diakses tanggal: 7/01/2012.
R.P Barston. Modern Diplomacy, hal. 1.
Sir Ernest Satow, A Guide to Diplomatic Pratice, Longman Green & Co, NY, 1922.
Sholehi Mohammad, Sinopsis buku DIPLOMASI praktik komunikasi internasional, lihat di: http://exposenews.wordpress.com/2011/02/22/diplomasi-praktik-komunikasi-internasional/. Diakses tanggal : 7/01/2012.
Todd Martin, Virtual Diplomacy, E –merge A Student of International Affair, Volume 2, February 2001.
What is Diplomacy? USIA (United States Information Agency) alumni Association lihat di: http://www.publicdiplomacy.org/1/htm.

0 comments:

Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)

 Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.


Pada sektor rumah tangga (RTK), dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi dan mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah. Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha dan
Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga adalah dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.

0 comments:

Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu Bangsa



Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah perkotaan. Hampir 87% penduduk Indonesia dapat mengerti bahasa Indonesia. Sementara itu, lebih dari 65% penduduk Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia. Pada umumnya, bahasa ibu orang Indonesia adalah bukan bahasa Indonesia (sering disebut bahasa daerah) dan baru mengenal bahasa Indonesia ketika masuk usia sekolah karena bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun, saat ini anak-anak Indonesia sudah mulai mengenal bahasa Indonesia sejak masih kecil karena adanya siaran televisi atau radio dalam bahasa Indonesia.


Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Pada saat ini, Bahasa Indonesia dipergunakan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, dan bahasa pertama yang digunakan, selain bahasa daerah seperti bahasa jawa atau bahasa sunda. Masih banyak dari kita sebagai warga bangsa Indonesia yang mengaku berbahasa Indonesia namun terkadang tidak tahu bagaimana sebenarnya sejarah bahasa Indonesia.
  • Fungsi Bahasa
Bahasa bisa mengacu kepada kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, atau kepada sebuah instansi spesifik dari sebuah sistem komunikasi yang kompleks. Kajian ilmiah terhadap bahasa dalam semua indra disebut dengan linguistik.

 “Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.” (Keraf, Gorrys, 1983)

“Dengan bahasa, manusia dapat mengkomunikasikan apa yang telah dipikirkan dan dapat pula mengekspesikan sikap dan perasaannya.” (Arsjad,1991) 
  • Situasi Kebahasaan di Indonesia
Penggunaan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarga lebih banyak dijumpai di lingkungan keluarga kawin campur atau kawin antar etnis, misalnya perkawinan etnis Batak dengan etnis Sunda. Bahasa yang dipakai biasanya adalah bahasa Indonesia. Ini dapat dipahami karena dalam keluarga seperti itu si anak akan lebih mudah belajar bahasa Indonesia daripada belajar dua bahasa daerah yang berbeda. Hal ini tentunya akan semakin mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai sarana pemersatu, yang selanjutnya akan semakim memperkuat pertahanan bangsa dari ancaman disintegrasi.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indoensia masih mempunyai kedudukan yang kokoh atau tidak mengalami gangguan yang berarti. Fungsi bahasa Indonesia masih berjalan dengan baik. Seperti telah dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Sedikit kendala barangkali karena masih adanya warga Indonesia yang belum mampu berbahasa Indonesia. Tetapi jumlahnya tidak banyak, hanya orang-orang yang berada di pedalalam saja biasanya yang belum mampu berbahasa Indonesia.
 
  •  Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang dijunjung oleh segenap bangsa Indonesia. Hal ini tercermin pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa negara yaitu selain sebagai bahasa persatuan (bahasa nasional), bahasa Indonesia juga sebagai satu-satunya bahasa resmi secara nasional di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36.

“Membangun sebuah bangsa yang masyarakatnya majemuk dalam berbagai bidang bukanlah hal yang mudah. Sewajarnyalah jika banyak persoalan yang muncul karena terkait dengan kemajemukanya itu, merupakan sebuah konsekuensi yang tak terelakkan.” (Mukhlis Paeni, 2009:8)

 Dalam hal ini, bahasa Indonesia sangat membantu dalam menyatukan pikiran dan langkah seluruh masyarakat Indonesia sebagai sebuah bangsa. Berkaitan dengan halite, garis haluan pemerintah untuk bidang kebahasaan, dapat diinterprestasikan, mempunyai dua kepentingan nasional yang agaknya bersifat kontradiktif yaitu kegiatan pengembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di satu pihak dan kegiatan pelestarian bahasa-bahasa daerah sebagai unsur kebudayaan nasional dilain pihak. Kedua kegiatan itu dapat dianggap kontradiktif karena sudah sewajarnyalah jika dalam sebuah ruang gerak yang sama, sebuah bahasa pemersatu dikembangkan, secara tidak langsung akan mendesak ruang gerak dan daya hidup bahasa daerah.
  • Bahasa Indonesia Dalam Globaliasi
Bagaimana bahasa Indonesia menyikapi perkembangan zaman di era globalisasi ini yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada penggunaan bahasa asing (Inggris)? Bahasa Indonesia mau tidak mau membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, kosakata dalam bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi diserap ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan kebijakan bahasa nasional yang merupakan hasil dari Seminar Politik Bahasa Tahun 1999 dalam menyikapi hal tersebut.Salah satu rumusan dalam kebijakan tersebut adalah bahasa asing (bahasa Inggris) dapat diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kosakata bahasa Inggris ini tentu akan memperkaya perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia.

Saat ini di lingkungan sekolah juga sedang gencar-gencarnya menggunakan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Bahasa Inggris mulai marak digunakan di sekolah-sekolah berstandar internasional sebagai bahasa pengantar pendidikan. Berkaitan dengan penggunaan bahasa Inggris di sekolah berstandar internasional, pihak Departemen Pendidikan Nasional telah menyatakan sikapnya. Hal ini ditegaskan oleh Sudibyo (2008a) bahwa sekolah berstandar internasional harus menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam pengajaran mata pelajaran di sekolah. Selanjutnya, Sudibyo (2008b) menyatakan bahwa bahasa Inggris hanya dapat digunakan di sekolah bertaraf internasional untuk mata pelajaran teknologi.


Kosakata bahasa daerah menjadi kebutuhan yang sangat penting terutama berkaitan dengan kata atau konsep bahasa daerah yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Bahkan, kebutuhan kosakata bahasa daerah menjadi kebutuhan yang sangat penting jika dikaitkan dengan penamaan pulau-pulau di Indonesia. Kosakata daerah sangat dibutuhkan untuk menamai pulau-pulau Indonesia yang belum bernama. Ini tentu menjadi alasan yang strategis karena dengan menggunakan kosakata bahasa daerah tentu kosakata tersebut tidak terdapat di negara lain. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bahasa daerah mempunyai peran terhadap perkembangan kosakata bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia hingga kini menjadi perisai pemersatu bangsa. Sampai saat ini, bahasa Indonesia belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah. Hal ini dapat terjadi, karena bahasa Indonesia dapat menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada di Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan dan kebudayaan. Hal ini pulalah yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai sarana pertahanan bangsa dari ancaman disintegrasi.

Referensi:
Arsjad, Maidar. Pembinaan Kemampuan Menulis. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Keraf, Gorrys. Argumentasi dan Narasi. Gramedia, Jakarta: 1983.
Keraf, Gorrys. Diksi dan Gaya Bahasa. Gramedia, Jakarta: 2008.
H. Achmad H.P. & A Alek. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Kencana, Jakarta : 2010.
Sudibyo, Bambang. 2008a. Bahasa Indonesia Wajib Dipakai di Sekolah Internasional. Media Indoensia, Edisi 17 Februari 2008.
Paeni, Mukhlis (Editor). Sejarah Kebudayaan Indonesia. Rajawali Pers, Jakarta: 2009

1 comments:

1911 Revolution (Revolusi Cina)

REVOLUSI MENUJU PEMERINTAHAN REPUBLIK CHINA


Sebelum China menjadi sebuah Republik, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Dinasti Qing yang merupakan sebuah pemerintahan feodal penganut sistem monarki yang dimana sumber pemerintahannya ditentukan oleh satu garis keturunan kerajaan. Selama masa pemerintahan Dinasti Qing keadaan rakyat China sangatlah lemah dikarenakan penindasan oleh kaum penguasa, terlebih lagi ditambahnya dengan faktor korupsi oleh pemerintahan yang membuat nasib rakyat semakin sengsara dan jatuh miskin serta lemahnya pemerintahan dari intervensi asing yang memiliki kepentingan tertentu di China.

Akibat faktor-faktor tersebut timbulah keinginan untuk merubah tatanan pemerintahan baru yang lebih bersih dan lebih baik di daratan China yang membawa China pada sebuah revolusi seperti negara-negara lain yang telah melakukan revolusi demi sebuah demokrasi di negaranya, Dr. Sun Yat Sen merupakan seorang revolusioner yang mempunyai cita-cita idealis menasionalismekan demokrasi di China untuk masa depan China yang lebih baik lagi, Pada awalnya gerakan revolusioner China lebih banyak mendapatkan dukungan dari luar negeri China, pergerakan Yat Sen sendiri pada awalnya adalah memberikan ceramah dan kuliah umum kepada orang-orang China khususnya yang peduli akan nasib bangsanya demi generasi selanjutnya, langkah tersebut diperuntukan untuk mengumpulkan masyarakat China yang sama-sama peduli akan masa depan bangsanya serta sebagai upaya meyakinkan masa pendukung revolusi dan membuat organisasi bawah tanah pemberontak Dinasti Qing yang bertujuan membuat pemerintahan baru di dataran China.

Langkah Yat Sen sendiri pada awalnya tidak terbilang mudah, dikarenakan dia menjadi buronan Dinasti Qing di China dan adanya rasa ketidakpercayaan atau rasa pesimis dari rakyat China untuk menumbangkan Dinasti Qing. Dengan jerih payah mengkorbankan pikiran tenaga dan uang dari para anggota pendukung revolusi yang memiliki cita-cita sama untuk membentuk suatu pemerintahan baru terbentuklah organisasi revolusioner China di Amerika Serikat, Yat Sen dalam pergerakannya tidak bisa memunculkan dirinya secara langsung di China karena status buron yang disandangnya dapat membuat cita-cita organisasi gagal. Maka dengan kondisi tersebut Yat Sen bergerak menggunakan untusan terpercaya dan pesan telegram yang ditunjukan kepada orang kepercayaannya di daratan China serta terus memantau pemberitaan China melalui media masa terutama surat kabar.

Pada tanggal 27 April 1911 terjadi penyerangan pertama pemberontak ke rumah Gubernur Guangzhou namun penyerangan tersebut gagal dikarenakan Guburnur Guangzhou yang menjadi sasaran utama dapat meloloskan diri dari serangan tersebut. Namun revolusi terus berlanjut hingga pada malam 10 Oktober 1911 terjadi serangan kembali oleh para pemberontak dari pasukan The Hubey New Army Eighth Engineering Battalion yang memberontak di Wuchang setelah dibunyikannya lonceng kematian pengadilan Qing yang bertujuan menyerang dan mengambil alih kediaman Gubernur Huguang. Penyerangan tersebut merupakan awal keberhasilan revolusi China, setelah penyerangan itu Yat Sen melakukan negosiasi politik di Eropa untuk membatalkan pemberian dana pinjaman yang diminta oleh Dinasti Qing yang beralasan sebagai proyek kereta api. 

Negosiasi politik itu dilakukan untuk melemahkan kekuatan militer Dinasti Qing, dikarenakan dana tersebut selain untuk membangun jalur perkereta apian juga digunakan untuk mendanai pasukan militer Dinasti Qing yang melawan para pemberontak. Pada 13 Oktober 1911 kekuatan militer pemberontak semakin kuat dengan keberadaan jendral Li Yuanhong dari The Hubey New Army Eighth Engineering Battalion yang menerima permintaan revolusioner sebagai Gubernur Militer sementara, kabar tersebut telah tersebar ke berbagai negara melalui telegram. Serangan besar terakhir kembali terjadi terjadi di awal November  yang bertujuan menyerang Hankou pada saat Provinsi Hanyang dikuasai oleh militer Qing hingga 26 November 1911.

Yat Sen melakukan pergerakan revolusi langsung di China setelah para pemberontak berhasil menaklukan Wuchang, setelah merasa organisasi revolusioner cukup kuat adalah dengan melakukan pertempuran pemberontakan perlawanan untuk merebut satu per-satu provinsi yang berada dibawah Dinasti Qing hingga akhirnya mendapatkan 17 provinsi yang bergabung dan menyepakati revolusi untuk meninggalkan sistem pemerintahan feodal menuju pembangunan pemerintahan Republik China. Berita kesuksesan pemberontakan untuk sebuah revolusi di negaranya ini tersebar ke berbagai negara melalu telegram dan media masa.

Pada 10 Oktober 1911 dibangun konstitusi sebagai jalan menuju pemerintahan Republik dan dilanjutkan dengan diadakannya pemilu pertama di China yang diikuti oleh perwakilan dari masing-masing provinsi yang menjadikannya Dr. Sun Yat Sen sebagai Presiden sementara Republik China pada 29 Desember 1911 sekaligus menandainya berdirinya Republik China, pada tanggal 12 Februari 1912 Kaisar Qing menyatakan untuk turun tahta dikarenakan kondisi Dinasti Qing yang tidak memungkinkan untuk bertahan lebih lama lagi dan menumbangkan hegemoni Dinasti Qing. Sehari kemudian setelah Dinasti Qing tumbang atau pada tanggal 13 Februari 1912 Presiden Sun Yat Sen mengadakan pertemuan dengan perwakilan beberapa negara seperti Inggris, Jepang, dan Jerman untuk meminta pengakuan atas berdirinya Republik China kemudian mengundurkan diri sebagai Presiden sesuai dengan janjinya yang akan turun dari kursi kepresidenan setelah tumbangnya hegemoni kekaisaran.

1 comments: